Aku, Bulutangkis dan Raket Pertamaku
Bulutangkis, aku rasa olahraga ini sudah terkenal banget di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak prestasi dari olahraga ini yang mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia. Mulai dari Olimpade, Piala Thomas Uber, Asian Games hingga beberapa tournament series, Indonesia pernah meraih juara,
Suka Bulutangkis
Kalau ditanya sejak kapan suka bulutangkis? Aku rasa saat perebutan Piala Thomas/Uber yang berlangsung di Jakarta tahun 1994. Di kala itu andalan Indonesia di sektor tunggal putri ada Mia Audina. Pemain muda berbakat yang digadang-gadang menjadi pengganti Susi Susanti.
Aku yang kala itu masih berada di Jayapura, sangat tertegun dengan gaya permainan Mia Audina. Bahkan di kala itu aku terobsesi untutk bisa menjadi atlit bulutangkis Indonesia.
Aku sempat berkata ke orang tuaku kalau aku ingin les bulutangkis. Karena orang tuaku tidak paham di mana bisa les. Akhirnya aku baru bisa belajar tentang bulitangkis saat duduk di bangku SMP. Kebetulan SMP tempat aku bersekolah ada ektrakulikuler bulutangkis.
Mulai Main Bulutangkis
Di extrakulikuler Bulutangkis diajarkan dulu tahap-tahap dasar bermain bulutangkis. Ternyata tidak semudah yang aku kira. Apalagi di saat itu berat badanku d atas anak kebanyakan. Semua itu tidak mudah.
Aku tetap berlatih, bayanganku dengan rajin latihan, masa depanku akan jadi atlit. Ternyata tidak semudah itu juga. Orang tuaku ketika itu sebenarnya support, membelikan aku raket, shuttle cock dan juga perlengkaan lainnya.
Tapi, ketika aku bertanya “bolehkah aku ke Jakarta untuk sekolah jadi atlit”, mereka keberatan. Menurut mereka di kala itu, atlit bukanlah pilihan untuk masa depan yang memadai. Dan satu lagi, mereka merasa aku belum siap hidup mandiri di kota besar ini.
Walaupun demikian aku tetap diperbolehkan ikut kegiatan ekstrakulikuler Bulutangkis. Aku masih ingat dengan sosok yang mengajariku pegang raket pertama kali, Pak Amir. Pak Amir adalah pelatih yang sabar menurutku. Walaupun saat itu badanku tidak memadai untuk jadi pemain Bulutangkis, namun pak Amir tetap menyemangatiku. “Punya badan gendut bukan berarti tidak bisa mainkan, cuma fisik kamu harus bekerja lebih ekstra membawa tubuhmu yang berat” kata beliau.
Raket Pertamaku
Dan ini adalah raket pertamaku. Raket bermerk Yonex buatan negara Jepang. Alm. Papa ku yang membelikannya dulu. Aku senaaaaang banget. Walau tidak boleh ke Jakarta, aku masih diperbolehkan berlatih di Klub Bulutangkis di Jayapura, dengan raket yang menurut aku “wah” di kala itu.
Aku pakai di setiap latihanku. Rasanya bahagia sekali punya raket bermerek yang bisa digunakan untuk latihan. Aku ingat sekali dulu papa membelikan raket ini seharga Rp. 500.000.
Raket ini masih kokoh hingga kini.
Latihan Bulutangkis
Kalau melihat atlit sekarang dan lantas ada yang nyinyir bilang “Enak banget ya jadi atlit keliling dunia”, sungguh dia belum merasakan perjuangan menjadi seorang atlit.
Dulu ketika aku berlatih hanya sekedar untuk bisa bermain Bulutangkis yang baik dan benar itu sungguh lelah. Tapi karena memang aku suka jadi kujabanin. Latihan itu bukan cuma teknik , tapi juga fisik. Karena teknik yang baik kalau tidak didukung dengan fisik yang prima, permainan di lapangan akan tidak efektif.
Dulu aku berlatih seminggu 2 kali untuk teknik, dan latihan fisiknya seminggu sekali. Pada tahap awal latihan fisik ini benar-benar melelahkan. Aku yang ketika itu mempunyai berat badan di atas rata-rata jadi kesulitan untuk berlari memutari 1 lintasan lari.
Akhirnya setelah 4 tahun menjalani latihan, aku jadi bisa bermain Bulutangkis. Yah walau tak sejago pemain bulutangkis di televisi itu 🙂 .
Pada akhirnya aku memang gagal menjadi pemain bulutangkis professional. Namun aku senang saat ini bisa menjadi fans Bulutangkis professional. Setiap ada pertandingan di Indonesia, aku pasti nonton. Aku juga sempat kenal dan bertemu pemain-pemain Bulutangkis Indonesia bahkan dunia. Salam olahraga 🙂
Baca Juga :
Ketika Mengenal Fajar Alfian
Cerita Makan Siang Dengan Greysia Polii